ASRAMA UNDHARI
KESENDIRIAN MALAM
Malam ini terasa berbeda dengan biasanya, Malam ini penuh kesunyian di tengah hiruk pikuknya aktivitas diluar ruang yang terasa begitu hampa sebagian insan. Malam ini penuh sejarah dalam hidup seorang insan yang dhaif dan tetesan-tetesan air mata yang enggan untuk menetespun dengan sendiri memberontak untuk turun dari kelopak mata yang penuh akan kesalahan dan kekhilafan.
Ketika hati berbisik pikiran melayang kearah mana hati berbisik, Berpijak pada angin malam yang hening mengantarkan jiwa ke ruang yang hampa, Dimana kesalahan datang terlintas berpayungkan penyesalan yang begitu dalam bagaikan tertanam di bawah dasar lautan yang paling dalam.
Ketika hati dan pikiran di ruang hampa yang penuh dengan keheningan malam yang berselimut embun yang mulai menumbuh lisanpun tak sengaja melontarkan butir-butir lisan dan tanganpun tanpa tersadar menuliskan butir-butir lisan yang tak karuan terlintas dihati dan pikiran.
“Seiring berdetaknya jarum waktu..
rasanya bulan begitu enggan untuk meninggalkan malam,..
Mataharipun enggan rasanya datang mengusir bulan yang selalu menghiasi malam...
Malampun terasa mendarah daging malam ini...
Dikeheningan malam melihat bintang bekerlipan...
Ruang hati yang begitu hampa...
Ruang hati yang begitu berangan-angan..
Menyerukan berbagai jeritan yang tiada hentinya...
Ibu, aku pulang...
Aku rindu masakanmu dan puisi – puisi yang tak tertuliskan olehmu...
Aku rindukan hardikmu,..
Aku ingin meluapkan kekosongan, kehampaan kesuraman hatiku..
Hamparan selimut malam yang menguliti jiwaku...
Menggoda akan rasa yang terus saja ada..
Tak berhenti mengalir bagaikan embun yang basahi rumput hijau...
Jiwaku tak bergeming akan malam yang menetas sepi akan rindu yang berjalan kaki..
Jiwaku akan selalu menelusuri pada indah kabut yang susuri gunung...
Jiwaku harus menghilang...
Menemui langit yang belum terdaki..
Dalam kesendirian malamku..
Kutelusuri kabut malam dengan rembulanmu...”
Comments